Selasa, 03 Januari 2012

PERANAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENANGANI KASUS INTERNASIONAL


PERANAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENANGANI KASUS INTERNASIONAL
A.    Pengertian Hukum Internasional
1.      Hugo de Groot dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai)
Hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua Negara.
2.      Sam Suhaedi
Hukum internasional merupakan himpunan aturan, norma, dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
3.      Dalam pengertian umum, hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional
4.      J.G. Starke
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar Negara.
5.      Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai Negara.
6.      Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara:
a.       Negara dan Negara.
b.      Negara dan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.

B.     Sistem Hukum Internasional
System hukum internasional adalah satu kesatuan yang berlaku untuk komunitas internasional (semua Negara di dunia) yang harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap Negara. Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama oleh Negara-negara anggota yang melintasi batas-batas Negara. Kepatuhan terhadap system hukum internasional tersebut adakalanya karena Negara tersebut terlibat langsung dalam proses pembuatan dan tidak sedikit juga yang tinggal meratifikasinya.
Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional
1.      Hubungan antara Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Mengenai hubungan antara kedua perangkat hukum ini terdapat dua aliran yang mencoba memberikan gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Kedua aliran tersebut adalah:
a.       Aliran Monoisme (Hanz Kelsen dan Georges Scelle)
Menurut aliran ini, semua hukum merupakan satu system kesatuan hukum yang mengikat individu-individu dalam suatu Negara ataupun Negara-negara dalam masyarakat internasional. Menurut aliran ini, kedua perangkat hukum ini merupakan satu kesatuan. Hal ini disebabkan:
1)      Walaupun kedua system hukum ini mempunyai istilah yang berbeda, tetapi subjek hukumnya tetap sama.
2)      Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

b.      Aliran Dualisme (Triepel dan Anzilotti)
Aliran ini meranggapan bahwa kedua perangkat hukum ini merupakan dua system terpisah yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kedua hukum ini disebabkan karena:
1)      Perbedaan sumber hukum
v  Hukum nasional bersumber pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu Negara
v  Hukum internasional berdasarkan pada kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak bersama Negara-negara dalam masyarakat internasional.

2)      Perbedaan mengenai subjek
v  Subjek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu Negara.
v  Subjek hukum internasional adalah Negara-negara anggota masyarakat internasional

3)      Perbedaan mengenai kekuatan hukum
v  Hukum nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna
v  Hukum internasional lebih banyak bersifat mengatur hubungan Negara-negara secara horizontal.

2.      Proses ratifikasi hukum internasional menurut UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional
Dalam UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, dinyatakan bahwa pembuatan perjanjian internasional harus didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, saling menguntungkan dan memperhatikan hukum nasional atau hukum internasional yang berlaku. Lebih lanjut pada pasal 5 disebutkan bahwa pembuatan perjanjian harus didahului dengan konsultasi dan koordinasi dengan menteri luar negeri dan posisi pemerintah harus dituangkan dalam suatu pedoman delegesi.
Terdapat tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian, yaitu:





Flowchart: Connector: Negara A
Flowchart: Connector: Negara B, C, D, dst

 




Flowchart: Document: Penandatangan 













 

Pembuatan perjanjian dapat dilakukan dengan surat kuasa penuh. Di samping itu, ada pula dokumen lain, yaitu surat kepercayaan yang dikeluarkan menteri luar negeri untuk menghadiri, merundingkan, atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional.
Surat kuasa tidak diperlukan jika penandatanganan suatu perjanjian internasional hanya bersifat kerjasama teknis sbagai pelaksanaan  perjanjian yang sudah berlaku. Selain itu, UU tentang perjanjian internasional pun berisi ketentuan mengenai persyaratan atau pernyataan terhadap suatu perjanjian internasional dapat dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian, kemudian ditugaskan pada waktu dilakukannya pengesahan. Persyaratan dan pengesahan dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis.
Horizontal Scroll: PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONALPengesahan perjanjian internasional merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan perjanjian internasional karena pada tahap tersebut suatu Negara menyatakan diri untuk  terikat secara definitif. Tentang pengesahan perjanjian internasional dapat dibedakan antara pengesahan dengan undang-undang dan pengesahan dengan keputusan presiden. Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan berikut:



 

















Rounded Rectangle: Catatan:
Klasifikasi menurut perjanjian materi  dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan keseragaman bentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang. Sebaliknya, pengesahan perjanjian-perjanjian internasional yang tidak termasuk dalam kategori perjanjian internasional dilakukan dengan keputusan presiden (pasal 11) dan salinannya disampaikan kepada DPR untuk dievaluasi.
 






Selanjutnya, setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan presiden, langsung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian atau nota diplomatic ataupun melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak terkait.
Adapun yang termasuk kategori perjanjian yang berlaku ini antara lain adalah perjanjian yang secara teknis mengatur kerjasama di bidang pendidikan, social budaya, pariwisata, penerangan, kesehatan, keluarga berencana, lingkungan hidup, pertanian, kehutanan, serta kerjasama persaudaraan antara provinsi dan kota. Selanjutnya juga terdapat kemungkinan bagi Indonesia untuk melakukan perubahan atas ketentuan suatu perjanjian internasional berdasarkan kesepakatan para pihak terkait melalui tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian dan disahkan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.
Penyimpanan perjanjian internasional merujuk pada tanggung jawab jmenteri luar negeri untuk menyimpan dan memelihara naskah resmi dari setiap perjanjian internasional, serta menyampaikan salina naskah resmi dari setiap perjanjian internasional kepada lembaga Negara, lembaga pemerintah, dan kepada secretariat organisasi internasional. Suatu perjanjian internasional dapat berakhir apabila:
a.       Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian
b.      Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai
c.       Terdapat perubahan dasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian
d.      Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan dalam perjanjian
e.       Dibuat suatu perjanian baru yang menggantikan perjanjian lama
f.       Munculnya norma-norma baru dalam hukum internasional
g.      Hilangnya objek perjanjian
h.      Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional
Selanjutnya, pasal 19 menegaskan pula bahwa perjanjian internasional yang berakhir sebelum waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak terkait, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut.
3.      Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945
a.       Pengertian ratifikasi
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum (perjanjian) internasional.
Ratifikasi dapat dibedakan sebagai berikut:
1)      Ratifikasi oleh badan eksekutif
2)      Retifikasi oleh badan legislative
3)      Retifikasi campuran (DPR dan pemerintah).

b.      Proses ratifikasi
Berikut ni adalah beberapa contoh proses ratifikasi hukum (perjanjian) internasional menjadi hukum nasional.
1)      Persetujuan Indonesia-Belanda mengenai penyerahhan Irian Barat (Papua) yang ditandatangani di New York (15 januari 1962) disebut Agreement.
2)      Perjanjian antara Indonesia-Australia mengenai gari batas wilayah antara Indonesia dan Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 februari 1973 dalam bentuk agreement.
3)      Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia- dan Singapura tentang selat Singapura (25 mei 1973).

c.       Proses ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain”. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kerjasama antara eksekutif dan legislative, harus diperhatikan hal-hal berikut:
1)      Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.
2)      Presiden dalam mebuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan/ atau mengaharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR.
3)      Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
Sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan  tersebut, pemerintah dapat berpendapat bahwa perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan oleh presiden ialah perjanjian-perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty dang mengandung materi sebagai berikut:
1)      Soal-soal politik atau soal-soal  yang dapat mempengaruhi haluan politik Negara, seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, perjanjian-perjanjian perubahan wilayah, atau penetapan tapal batas.
2)      Ikatan ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat mempengaruhi haluan politik  Negara, perjanjian kerjasama ekonomi, atau pinjaman uang.
3)      Soal-soal yang menurut UUD atau menurut system perundangan harus diatur dengan undang-undang, seperti soal-soal kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman.

C.     Peradilan internasional
Peradilan internasional dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah satu organ perlengakapan PBB yang berkedudukan di Den Haag belanda. Para anggotanya terdiri dari ahli hukum terkemuka, yakni 15 hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatan mereka Sembilan tahun, sedangkan tugasnya antara lain selain memberi nasihat tentang persoalan hukum kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan, juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara Negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tiga tahun dan dapat dipilih kembali. Mahkamah juga mengangkat panitera  dan pegawai-pegawai lain yang dianggap perlu. Bahasa-bahasa resmi yang digunakan menurut pasal39 Statuta, adalah Perancis dan Inggris. Namun, atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, mahkamah dapat mengizinkan penggunaan bahasa lain.
Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Di samping pengadilan internasional terdapat juga Arbitrase Internasional yang hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan hukum.
Dalam hukum internasional juga dikenal istilah adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengketaan internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Lembaga peradilan internasional pertama berkaitan dengan adjudikasi adalah Permanent Court of International Justice (PCJI) yang berfungsi sebagai bagian dari system LBB mulai tahun 1920 hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran International Court of Justice (ICJ), suatu organ pokok PBB.

D.    Sengketa Internasional dan Faktor Penyebab
Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antarnegara baik berupa masalah wilayah, warga Negara, HAM, maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah terorisme.
Factor-faktor penyebab timbulnya sengketa internasional sangat kompleks. Namun, berikut disebutkan beberapanya, yakni:
1.      Segi politis, (adanya pakta pertahanan dan pakta perdamaian)
2.      Suatu wilayah territorial
3.      Pengembangan senjata nuklir atau senjata biologi
4.      Permasalahan terorisme
5.      Ketidakpuasan terhadap rezim yang berkuasa
6.      Adanya hagemoni (pengaruh kekuatan) Amerika.

E.     Peran Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
1.      Wewenang Mahkamah Internasional
Wewenang Mahkamah Internasional diatur oleh Bab II Statuta yang khusus mengatur wewenang mahkamah dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa.
a.       Wewenang Ratione Personae, yaitu siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke mahkamah.
b.      Wewenang Ratione Materiae, yaitu mengenai jenis sengketa-sengketa yang dapat diajukan.

Selain kedua wewenang tersebut, Mahkamah Internasional memiliki wewenang wajib (compulsory jurisdiction).
·         Klausa opsional
Pasal 36 ayat 2 statuta mengatakan bahwa Negara-negara pihak statuta dapat setiap saat menyatakan menerima wewenang wajib mahkamah dan tanpa persetujuan khusus hubungannya dengan Negara lain menerima kewajiban yang sama dalam semua sengketa hukum mengenai:
1)      Penafsiran suatu perjanjian
2)      Setiap persoalan hukum internasional
3)      Adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional
4)      Jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional.

2.      Fungsi konsultatif Mahkamah Internasional
Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta dan aturan prosedur, yaitu mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat pelaksanaan pasal tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta.

F.      Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional
Ketentuan-ketentuan procedural dalam penyelesaian sengketa internasional terdaapt dalam Bab III Statuta. Jika statuta merupakan suatu konvensi, aturan procedural merupakan suatu perbuatan unilateral mahkamah yang mengikat Negara-negara yang bersangkutan.
Mengenai isi ketentuan-ketentuan procedural dicatat bahwa proses di depan mahkamah mempunyai banyak kesamaan dengan yurisdiksi intern suatu Negara, yaitu:
1.      Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin setiap pihak dalam mengemukakan pendapatnya
2.      Siding-sidang mahkamah terbuka dan umum, sedang siding-sidang arbitrase tertutup.
Sengketa internasional dapat diselesaikan oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur berikut:
Flowchart: Document: MAHKAMAH INTERNASIONALText Box: Proses peradilan sampai denganText Box: Pemeriksaan dan penyelidikan                              D                     E













Text Box: Pemberian Sanksi


 

Oval: Negara-negara anggota/ bukan PBBText Box: Komisi Tinggi HAM PBB / Lembaga HAM Internasional                              C








 

Rounded Rectangle: Terjadi sengketa/ konflikFlowchart: Document: Telah terjadi pelanggaran HAMText Box: Ada pengaduan dari Negara yang dirugikan                              B                     A



Flowchart: Process: Keterangan:
A. Telah terjadi pelanggaran HAM/ kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu Negara terhadap rakyat/ Negara lain.
B. Ada pengaduan dari korban (rakyat) da pemerintahan Negara yang menjadi korban terhadap pemerintahan dari Negara yang bersangkutan karena didakwa melakukan pelanggaran HAM atau kejahatan  humaniter lainnya.
C. Pengaduan disampaikan kepada Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya.
D. Pengaduan tindakan dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan. Jika ditemui bukti-bukti kuat mengenai terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, pemerintahan dari Negara yang didakwa melakukan humaniter dapat diajukan ke Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internsional.
E. Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi.
 








G.    Keputusan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
Keputusan mahkamah internasional diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Jika suara seimbang, suara ketua dan wakilnya yang menetukan. Bagian pertama berisikan komposis mahkamah. Informasi dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa, serta wakil-wakilnya, analisis fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa. Bagian kedua berisikan penjelasan mengenai motivasi mahkamah. Bagian ketiga berisi dispositive.
Pasal 13 Pakta LIga Bangsa-Bangsa telah menegaskan jika keputusan mahkamah internasional tidak dilaksanakan, dewan dapat mengusulkan tindakan-tindakan yang akan menjamin pelaksanaan keputusan tersebut. Selain itu Piagam PBB dalam pasal 94 menjelaskan hal-hal berikut:
1.      Tiap-tiap Negara anggota PBB harus melaksanakan keputusan mahkamah internasional dalam sengketa.
2.      Jika Negara yang bersengketa tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya, Negara pihak lain dapat mengajukan persoalannya kepada Dewan Keamanan. Kalau perlu, dapat membuat rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil supaya keputusan tersebut dilaksanakn.

H.    Peranan hukum Internasional dalam Menjaga Perdamaian Dunia
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1.      Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2.      Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3.      Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.

2 komentar: