PERANAN
HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENANGANI KASUS INTERNASIONAL
A. Pengertian
Hukum Internasional
1. Hugo
de Groot dalam bukunya De Jure Belli ac
Pacis (Perihal Perang dan Damai)
Hukum
dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan
beberapa atau semua Negara.
2. Sam
Suhaedi
Hukum
internasional merupakan himpunan aturan, norma, dan asas yang mengatur
pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
3. Dalam
pengertian umum, hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur
aktivitas entitas berskala internasional
4. J.G.
Starke
Hukum
internasional adalah sekumpulan hukum (body
of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya
ditaati dalam hubungan antar Negara.
5. Wirjono
Prodjodikoro
Hukum
internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai
bangsa di berbagai Negara.
6. Mochtar
Kusumaatmadja
Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara:
a.
Negara dan Negara.
b.
Negara dan subjek hukum lain bukan
Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
B. Sistem
Hukum Internasional
System hukum
internasional adalah satu kesatuan yang berlaku untuk komunitas internasional
(semua Negara di dunia) yang harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap Negara.
Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan
bersama oleh Negara-negara anggota yang melintasi batas-batas Negara. Kepatuhan
terhadap system hukum internasional tersebut adakalanya karena Negara tersebut
terlibat langsung dalam proses pembuatan dan tidak sedikit juga yang tinggal
meratifikasinya.
Proses
Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional
1. Hubungan
antara Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Mengenai
hubungan antara kedua perangkat hukum ini terdapat dua aliran yang mencoba
memberikan gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum
nasional. Kedua aliran tersebut adalah:
a. Aliran
Monoisme (Hanz Kelsen dan Georges Scelle)
Menurut aliran ini,
semua hukum merupakan satu system kesatuan hukum yang mengikat
individu-individu dalam suatu Negara ataupun Negara-negara dalam masyarakat
internasional. Menurut aliran ini, kedua perangkat hukum ini merupakan satu
kesatuan. Hal ini disebabkan:
1) Walaupun
kedua system hukum ini mempunyai istilah yang berbeda, tetapi subjek hukumnya
tetap sama.
2) Sama-sama
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
b. Aliran
Dualisme (Triepel dan Anzilotti)
Aliran ini meranggapan
bahwa kedua perangkat hukum ini merupakan dua system terpisah yang berbeda satu
sama lain. Perbedaan kedua hukum ini disebabkan karena:
1) Perbedaan
sumber hukum
v Hukum
nasional bersumber pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu Negara
v Hukum
internasional berdasarkan pada kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas
kehendak bersama Negara-negara dalam masyarakat internasional.
2) Perbedaan
mengenai subjek
v Subjek
hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu Negara.
v Subjek
hukum internasional adalah Negara-negara anggota masyarakat internasional
3) Perbedaan
mengenai kekuatan hukum
v Hukum
nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna
v Hukum
internasional lebih banyak bersifat mengatur hubungan Negara-negara secara
horizontal.
2. Proses
ratifikasi hukum internasional menurut UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian
internasional
Dalam
UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, dinyatakan bahwa
pembuatan perjanjian internasional harus didasarkan pada prinsip-prinsip
persamaan, saling menguntungkan dan memperhatikan hukum nasional atau hukum
internasional yang berlaku. Lebih lanjut pada pasal 5 disebutkan bahwa
pembuatan perjanjian harus didahului dengan konsultasi dan koordinasi dengan
menteri luar negeri dan posisi pemerintah harus dituangkan dalam suatu pedoman
delegesi.
Terdapat
tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian, yaitu:
![]() |
![]() |
||



![]() |

![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Pembuatan
perjanjian dapat dilakukan dengan surat kuasa penuh. Di samping itu, ada pula
dokumen lain, yaitu surat kepercayaan yang dikeluarkan menteri luar negeri
untuk menghadiri, merundingkan, atau menerima hasil akhir suatu pertemuan
internasional.
Surat
kuasa tidak diperlukan jika penandatanganan suatu perjanjian internasional
hanya bersifat kerjasama teknis sbagai pelaksanaan perjanjian yang sudah berlaku. Selain itu, UU
tentang perjanjian internasional pun berisi ketentuan mengenai persyaratan atau
pernyataan terhadap suatu perjanjian internasional dapat dilakukan pada saat
penandatanganan perjanjian, kemudian ditugaskan pada waktu dilakukannya
pengesahan. Persyaratan dan pengesahan dapat ditarik kembali setiap saat
melalui pernyataan tertulis.

![]() |
![]() |
Selanjutnya,
setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian
internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keputusan presiden, langsung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran
dokumen perjanjian atau nota diplomatic
ataupun melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak terkait.
Adapun
yang termasuk kategori perjanjian yang berlaku ini antara lain adalah
perjanjian yang secara teknis mengatur kerjasama di bidang pendidikan, social
budaya, pariwisata, penerangan, kesehatan, keluarga berencana, lingkungan
hidup, pertanian, kehutanan, serta kerjasama persaudaraan antara provinsi dan
kota. Selanjutnya juga terdapat kemungkinan bagi Indonesia untuk melakukan
perubahan atas ketentuan suatu perjanjian internasional berdasarkan kesepakatan
para pihak terkait melalui tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian dan
disahkan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.
Penyimpanan
perjanjian internasional merujuk pada tanggung jawab jmenteri luar negeri untuk
menyimpan dan memelihara naskah resmi dari setiap perjanjian internasional,
serta menyampaikan salina naskah resmi dari setiap perjanjian internasional
kepada lembaga Negara, lembaga pemerintah, dan kepada secretariat organisasi internasional.
Suatu perjanjian internasional dapat berakhir apabila:
a. Terdapat
kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian
b. Tujuan
perjanjian tersebut telah tercapai
c. Terdapat
perubahan dasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian
d. Salah
satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan dalam perjanjian
e. Dibuat
suatu perjanian baru yang menggantikan perjanjian lama
f. Munculnya
norma-norma baru dalam hukum internasional
g. Hilangnya
objek perjanjian
h. Terdapat
hal-hal yang merugikan kepentingan nasional
Selanjutnya,
pasal 19 menegaskan pula bahwa perjanjian internasional yang berakhir sebelum
waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak terkait, tidak mempengaruhi
penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan
secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut.
3. Proses
ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945
a. Pengertian
ratifikasi
Ratifikasi merupakan
suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum (perjanjian) internasional.
Ratifikasi dapat
dibedakan sebagai berikut:
1) Ratifikasi
oleh badan eksekutif
2) Retifikasi
oleh badan legislative
3) Retifikasi
campuran (DPR dan pemerintah).
b. Proses
ratifikasi
Berikut ni adalah
beberapa contoh proses ratifikasi hukum (perjanjian) internasional menjadi hukum
nasional.
1) Persetujuan Indonesia-Belanda
mengenai penyerahhan Irian Barat (Papua) yang ditandatangani di New York (15
januari 1962) disebut Agreement.
2)
Perjanjian
antara Indonesia-Australia mengenai gari batas wilayah antara
Indonesia dan Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 februari 1973
dalam bentuk agreement.
3) Persetujuan garis batas landas
kontinen antara Indonesia- dan Singapura tentang selat
Singapura (25 mei 1973).
c. Proses
ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945
menyatakan bahwa “Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain”. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
kerjasama antara eksekutif dan legislative, harus diperhatikan hal-hal berikut:
1) Presiden
dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan Negara lain.
2) Presiden
dalam mebuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
Negara, dan/ atau mengaharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan DPR.
3) Ketentuan
lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
Sesuai
dengan pertimbangan-pertimbangan
tersebut, pemerintah dapat berpendapat bahwa perjanjian yang harus
disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan oleh
presiden ialah perjanjian-perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty dang mengandung materi sebagai
berikut:
1) Soal-soal
politik atau soal-soal yang dapat
mempengaruhi haluan politik Negara, seperti perjanjian-perjanjian persahabatan,
perjanjian-perjanjian perubahan wilayah, atau penetapan tapal batas.
2) Ikatan
ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat mempengaruhi haluan politik Negara, perjanjian kerjasama ekonomi, atau
pinjaman uang.
3) Soal-soal
yang menurut UUD atau menurut system perundangan harus diatur dengan
undang-undang, seperti soal-soal kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman.
C. Peradilan
internasional
Peradilan internasional
dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah satu organ
perlengakapan PBB yang berkedudukan di Den Haag belanda. Para anggotanya
terdiri dari ahli hukum terkemuka, yakni 15 hakim yang dipilih dari 15 negara
berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatan mereka Sembilan tahun,
sedangkan tugasnya antara lain selain memberi nasihat tentang persoalan hukum
kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan, juga memeriksa perselisihan atau sengketa
antara Negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional.
Mahkamah Internasional memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tiga
tahun dan dapat dipilih kembali. Mahkamah juga mengangkat panitera dan pegawai-pegawai lain yang dianggap perlu.
Bahasa-bahasa resmi yang digunakan menurut pasal39 Statuta, adalah Perancis dan
Inggris. Namun, atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, mahkamah
dapat mengizinkan penggunaan bahasa lain.
Mahkamah Internasional
dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjian-perjanjian
internasional sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional,
merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Di samping
pengadilan internasional terdapat juga Arbitrase Internasional yang hanya untuk
perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan
peraturan hukum.
Dalam hukum
internasional juga dikenal istilah adjudication,
yaitu suatu teknik hukum untuk menyelesaikan persengketaan internasional dengan
menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Lembaga peradilan internasional
pertama berkaitan dengan adjudikasi adalah Permanent
Court of International Justice (PCJI) yang berfungsi sebagai bagian dari
system LBB mulai tahun 1920 hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran International Court of Justice (ICJ),
suatu organ pokok PBB.
D. Sengketa
Internasional dan Faktor Penyebab
Sengketa internasional
adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antarnegara baik berupa masalah
wilayah, warga Negara, HAM, maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah
terorisme.
Factor-faktor penyebab
timbulnya sengketa internasional sangat kompleks. Namun, berikut disebutkan
beberapanya, yakni:
1. Segi
politis, (adanya pakta pertahanan dan pakta perdamaian)
2. Suatu
wilayah territorial
3. Pengembangan
senjata nuklir atau senjata biologi
4. Permasalahan
terorisme
5. Ketidakpuasan
terhadap rezim yang berkuasa
6. Adanya
hagemoni (pengaruh kekuatan) Amerika.
E. Peran
Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
1. Wewenang
Mahkamah Internasional
Wewenang
Mahkamah Internasional diatur oleh Bab II Statuta yang khusus mengatur wewenang
mahkamah dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa.
a. Wewenang
Ratione Personae, yaitu siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke mahkamah.
b. Wewenang
Ratione Materiae, yaitu mengenai jenis sengketa-sengketa yang dapat diajukan.
Selain kedua wewenang
tersebut, Mahkamah Internasional memiliki wewenang wajib (compulsory jurisdiction).
·
Klausa opsional
Pasal 36 ayat 2 statuta
mengatakan bahwa Negara-negara pihak statuta dapat setiap saat menyatakan
menerima wewenang wajib mahkamah dan tanpa persetujuan khusus hubungannya
dengan Negara lain menerima kewajiban yang sama dalam semua sengketa hukum
mengenai:
1) Penafsiran
suatu perjanjian
2) Setiap
persoalan hukum internasional
3) Adanya
suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban
internasional
4) Jenis
atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu
kewajiban internasional.
2. Fungsi
konsultatif Mahkamah Internasional
Mahkamah
juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat-pendapat yang
tidak mengikat atau apa yang disebut advisory
opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta dan aturan
prosedur, yaitu mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat pelaksanaan pasal
tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta.
F. Prosedur
Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional
Ketentuan-ketentuan
procedural dalam penyelesaian sengketa internasional terdaapt dalam Bab III
Statuta. Jika statuta merupakan suatu konvensi, aturan procedural merupakan
suatu perbuatan unilateral mahkamah yang mengikat Negara-negara yang
bersangkutan.
Mengenai isi
ketentuan-ketentuan procedural dicatat bahwa proses di depan mahkamah mempunyai
banyak kesamaan dengan yurisdiksi intern
suatu Negara, yaitu:
1. Prosedur
tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin setiap
pihak dalam mengemukakan pendapatnya
2. Siding-sidang
mahkamah terbuka dan umum, sedang siding-sidang arbitrase tertutup.
Sengketa
internasional dapat diselesaikan oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur
berikut:



![]() |
![]() |
|||||
![]() |
||||||
![]() |
||||||





![]() |
|||
![]() |





![]() |
G. Keputusan
Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional
Keputusan mahkamah
internasional diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Jika
suara seimbang, suara ketua dan wakilnya yang menetukan. Bagian pertama berisikan komposis mahkamah.
Informasi dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa, serta
wakil-wakilnya, analisis fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang
bersengketa. Bagian kedua berisikan
penjelasan mengenai motivasi mahkamah. Bagian ketiga berisi dispositive.
Pasal 13 Pakta LIga
Bangsa-Bangsa telah menegaskan jika keputusan mahkamah internasional tidak
dilaksanakan, dewan dapat mengusulkan tindakan-tindakan yang akan menjamin
pelaksanaan keputusan tersebut. Selain itu Piagam PBB dalam pasal 94
menjelaskan hal-hal berikut:
1. Tiap-tiap
Negara anggota PBB harus melaksanakan keputusan mahkamah internasional dalam
sengketa.
2. Jika
Negara yang bersengketa tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan
kepadanya, Negara pihak lain dapat mengajukan persoalannya kepada Dewan
Keamanan. Kalau perlu, dapat membuat rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan
tindakan-tindakan yang akan diambil supaya keputusan tersebut dilaksanakn.
H. Peranan
hukum Internasional dalam Menjaga Perdamaian Dunia
Berikut ini adalah
beberapa contoh mengenai perana hukum internasional (berdasarkan
sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1. Perjanjian
pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2. Perjanjian
pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3. Perjanjian
damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim
Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO
menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.
Terima Kasih :)
BalasHapusSama2 :)
Hapus